Etika Profesi-1
PENGERTIAN
DAN NILAI ETIKA
Kata etika berasal dari dua kata Yunani yang hampir sama bunyinya, namun berbeda artinya. Pertama berasal dari kata ethos
yang berarti kebiasaan atau adat, sedangkan yang kedua dari kata ethos, yang
artinya perasaan batin atau kencenderungan batin yang mendorong manusia dalam perilakunya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen P dan K, 1988), etika dijelaskan dengan membedakan tiga arti sebagai berikut.
1.Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2.Kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan/ masyarakat.
Nilai-nilai etika harus diletakkan sebagai landasan atau dasar pertimbangan dalam setiap tingkah laku manusia
termasuk kegiatan di bidang keilmuan.
Nilai"
dimaksudkan kondisi atau kualitas suatu benda atau suatu kegiatan yang membuat eksistensinya, pemilikannya, atau upaya mengejarnya menjadi sesuatu yang diinginkan oleh individu-individu masyarakat. Nilai tidak selalu bersifat subjektif, karena ia tetap mengacu pada konteks sosial yang membentuk individu dan yang pada gilirannya dipengaruhi olehnya. Aspek nilai inilah yang menjadikan etika sebagai suatu teori mengenai hubungan antar pribadi dan membedakannya dari nilai-nilai intelektual atau estetis semata-mata. Nilai etis secara logis dapat diwujudkan dalam hubungannya antara manusia dengan sesama manusia.
FUNGSI
ETIKA
Menurut Bertens, (1994)
1.Kata etika bisa dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang/suatu kelompok masyarakat dalam mengatur perilakunya.
2.Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral, yang dimaksud disini adalah kode etik;
3.Etika mempunyai arti lagi: ilmu tentang yang baik atau yang buruk. Etika disini sama artinya dengan filsafat moral.
Macam-macam Etika
>ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika Deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.
>ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang mengajarkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Etika Normatif juga memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan dilakukan.
Dilihat dari sisi ilmu pengetahuan, etika sama artinya dengan filsafat moral. Etika adalah ilmu yang membahas tentang moralitas atau menyelidiki perilaku moral. Di samping itu, etika juga memperhatikan dan mempertimbangkan perilaku manusia dalam mengambil keputusan moral dan juga mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi individual dengan objektivitas hukum menentukan kebenaran atau kesalahan dari perilaku terhadap orang lain.
Etika dibagi menjadi dua, yaitu etika umum dan etika khusus.
Etika umum membahas prinsip-prinsip moral dasar, sedangkan
Etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar pada masing-masing bidang kehidupan manusia.
Etika khusus ini dibagi menjadi etika
individual yang memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Untuk itu dapat digambarkan skema tentang etika sebagai berikut:
ETIKA UMUM, mengajarkan
tentang kondisi-kondisi & dasar-dasar bagaimana seharusnya manusia bertindak secara etis, bagaimana pula manusia bersikap etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolok ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat pula dianalogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori etika.
•ETIKA KHUSUS, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan. Penerapan ini bisa berwujud : Bagaimana seseorang bersikap dan bertindak dalam kehidupannya dan kegiatan profesi khusus yang dilandasi dengan etika
moral. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud Bagaimana manusia
bersikap atau melakukan tindakan dalam kehidupan terhadap sesama.
Etika
individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
Etika sosial, yaitu mengenai sikap dan kewajiban, serta pola perilaku manusia sebagai anggota bermasyarakat.
Titik berat penilaian etika sebagai suatu ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak susila
Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti, pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa perbuatan nyata.
profesi itu harus dibedakan dalam dua jenis, yaitu profesi pada umumnya dan profesi luhur.
Profesi pada umumnya, paling tidak ada dua prinsip yang wajib ditegakkan, yaitu:
1.Prinsip agar menjalankan profesinya secara bertanggung jawab; dan
2. Hormat terhadap hak-hak orang lain.
Pengertian bertanggung jawab ini menyangkut, baik terhadap pekerjaannya maupun
hasilnya,
dalam arti yang bersangkutan harus menjalankan pekerjaannya dengan sebaik mungkin
dengan hasil yang berkualitas.
Selain itu, juga dituntut agar dampak pekerjaan yang dilakukan tidak sampai merusak
lingkungan hidup, artinya menghormati hak orang lain.
Dalam profesi yang luhur (officium nobile), motivasi utamanya bukan untuk memperoleh nafkah dari pekerjaan yang dilakukannya, di samping itu juga terdapat dua prinsip yang penting, yaitu :
1.Mendahulukan kepentingan orang yang dibantu; dan
2.Mengabdi pada tuntutan luhur profesi.
Untuk melaksanakan profesi yang luhur secara baik, dituntut moralitas yang tinggi dari pelakunya. Tiga ciri moralitas yang tinggi adalah:
1.Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi;
2.Sadar akan kewajibannya;
3.Memiliki idealisme yang tinggi.
PENGERTIAN PROFESIONAL
1.Orang yang mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu.
2.Memerlukan latihan
khusus dengan suatu kurun waktu.
3.Hidup dari pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi.
4.Hidup dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan tertentu sesuai keahliannya.
5.Memiliki pendidikan khusus, yaitu keahlian dan keterampilan dan memiliki dasar pendidikan dan pelatihan serta pengalaman dalam kurun waktu untuk
menunjang keahliannya.
6.Memahami kaidah dan standard moral profesi serta etika profesi
dalam bidang pekerjaannya.
7.Berupaya mengutamakan kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
8.Ada ijin khusus dari instansi yang
berwenang untuk menjalankan profesinya.
9.Terorganisir dalam suatu induk organisasi sebagai
pengawasnya.
Etika +
Profesi?
Etika Profesi adalah aturan yang dijalankan
untuk menjalankan profesinya secara
profesional (memiliki profesionalisme).
Profesional
à menjalankan pekerjaan sebaik mungkin dan dapat
dipertanggungjawabkan terhadap dirinya
sendiri juga terhadap orang lain dan
lingkungannya.
SEORANG PROFESIONAL
DITUNTUT MEMILIKI :
1.
Pengetahuan;
2.
Penerapan
keahlian;
3.
Tanggung
jawab sosial;
4.
Pengendalian
diri;
5.
Etika
bermasyarakat sesuai profesinya.
Menurut Brandeis yang dikutip A. Pattern Jr. untuk dapat
disebut sebagai profesi, maka pekerjaan itu sendiri harus mencerminkan adanya
dukungan yang berupa:
1.
Ciri-ciri
pengetahuan (intellectual character);
2.
Diabdikan
untuk kepentingan orang lain;
3.
Keberhasilan
tersebut bukan didasarkan pada keuntungan finansial;
4.
Didukung
oleh adanya organisasi (association) profesi dan organisasi profesi tersebut
antara lain menentukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta pula
bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersangkutan;
5.
Ditentukan
adanya standard
kualifikasi profesi.
MORALITAS
MANUSIA
Nilai-nilai moral merupakan
kesadaran manusia dalam menghadapi sesuatu, sadar akan nilai-nilai yang baik
dan buruk. Penilaian tentang yang baik dan buruk merupakan penilaian moral,
karena moral merupakan nilai yang sebenarnya bagi manusia. Hal ini berarti
adanya kesadaran moral manusia dalam bersikap dan berperilaku.
Moralitas adalah keseluruhan
norma-norma, nilai-nilai, dan sikap moral seseorang atau sebuah masyarakat.
Nilai-nilai moral itu berada dalam suatu wadah yang disebut moralitas, karena
di dalamnya terdapat unsur-unsur keyakinan dan sikap batin dan bukan hanya
sekadar penyesuaian diri dengan aturan dari luar diri manusia.
MORALITAS BERSIFAT INTRINSIK DAN EKSTRINSIK
1.
Moralitas yang bersifat intrinsik
berasal dari diri manusia itu sendiri, sehingga perbuatan manusia itu baik atau
buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oleh peraturan hukum yang ada. Moralitas
intrinsik ini esensinya terdapat dalam perbuatan diri manusia itu sendiri.
2.
Moralitas yang bersifat ekstrinsik penilaiannya
didasarkan pada peraturan hukum yang berlaku, baik yang bersifat perintah
ataupun larangan. Moralitas yang bersifat ekstrinsik ini merupakan realitas
bahwa manusia itu terikat pada nilai-nilai atau norma-norma yang diberlakukan
dalam kehidupan bersama.
TANGGUNG
JAWAB MORAL
Tanggung jawab
merupakan beban moral karena dibebankan pada kehendak manusia yang bebas
untuk melaksanakan kebaikan. Tanggung jawab tidak dimiliki oleh makhluk hidup
lain selain manusia karena hanya manusia yang mengerti dan menyadari
perbuatannya sesuai dengan tuntutan kodrat manusia.
Tanggung
jawab merupakan sikap dan pendirian yang harus dimiliki manusia karena
dengan rasa tanggung jawab ini manusia itu berkembang, menghargai sesamanya dan
lingkungannya. Sikap ini merupakan beban moral, karena seyogyanya diwujudkan
dalam perilaku yang nyata, yaitu bertindak dengan semestinya, bertindak sesuai
norma dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat dan tidak dipengaruhi oleh
faktor-faktor di luar dirinya.
Dengan demikian, tanggung jawab moral me-rupakan landasan dan kebijaksanaan manusia dalam
memandang kehidupan ini.
KESALAHAN
MORAL DALAM KEHIDUPAN
1.
Unsur kodrati manusia : Adalah kesalahan yang berpasangan dengan kebaikan, merupakan unsur kodrati manusia
2.
Kesalahan yang diartikan pelanggaran : kesalahan dapat diartikan sebagai pelanggaran
apabila orang yang berbuat salah itu mengerti dan memahami serta berbuat dengan
sengaja.
Ada
dua sarjana yang berpendapat berbeda :
Menurut Friedrich Nietzche
dalam bukunya Der Wille zurMacht, Nietzsche berpendapat bahwa rasa salah, rasa
dosa itu tidak perlu ada pada diri manusia, karena rasa seperti itu hanya milik
anak kecil dan kaum budak saja. Apabila rasa salah atau rasa dosa yang ada
dalam kehidupan ini muncul, maka itu hanyalah suatu degenerasi atau pertumbuhan
yang salah. Oleh sebab itu, seseorang atau suatu bangsa yang bertindak sebagai
bangsa yang dipertuan besar, maka baginya tidak perlu berlaku norma-norma
apapun juga.
Pendapat yang berkebalikan dari teori Nietzsche
ini adalah dari Max Sceler. Dalam karyanya yang berjudul: Vom Ewigen im
Menschen atau tentang yang abadi dalam manusia, Sceler menulis tentang
"Reue und Widergeburt" artinya menyesal dan lahir lagi. Dalam tulisan
ini, Sceler mengkristalisasikan pikiran-pikiran tentang manusia dan dosa atau
kesalahan moral. Reue atau penyesalan adalah gerak kodrati yang berasal dari
dalam diri manusia sendiri.
Gerak itu
adalah rasa, akan tetapi rasa yang amat dalam, rasa yang sangat
fundamental, yang muncul dari dasar jiwa. Rasa seperti itu dialami manusia atau
melihat diri sendiri sebagai tak bernilai, sebagai kekosongan. Mengalami rasa
tak bernilai, rasa kekosongan itulah yang disebut merasa bersalah, merasa
berdosa.
Dalam
kaitannya dengan kesalahan moral, maka penerapannya dapat dilihat dalam
bentuk yang konkret dalam kehidupan bersama. Sesuatu dikatakan tidak bermoral karena
memalukan masyarakat. Suatu perbuatan dikatakan salah karena masyarakat
menyalahkan. Pandangan yang semacam ini mengandung
kebenaran akan tetapi belum menunjuk akar yang terdalam dari kesalahan moral.
Baik atau buruk pada akhirnya tergantung pada pendapat masyarakat. Jahat atau
tidak, itu tidak bergantung dari tertangkapnya atau tidak tertangkapnya oleh
orang lain atau pihak yang berwajib.
Semua itu belum menunjuk pada akarnya.
Satu-satunya
yang dapat menerangkan adanya kesadaran akan kesalahan, ialah pengakuan
bahwa manusia itu dalam perbuatannya menangkap diri sendiri sebagaimana
mestinya, dalam hubungannya dengan realitas yang sebenarnya, terutama dengan
Tuhan yang menciptakan (N. Drijarkara, tahun
1981 halm
28-36).
KAIDAH
MORAL DALAM KEHIDUPAN BERSAMA
1.
Nilai-nilai dalam kehidupan bersama
merupakan dasar bagi norma-norma yang dianut dan ditaati bersama oleh suatu
masyarakat. Norma atau kaidah ini diperlukan untuk melindungi kepentingan
bersama.
2.
Kaidah merupakan pedoman untuk
berperilaku.
3.
Kaidah sebagai pedoman bersama
ini menentukan perilaku seseorang, apakah sesuai atau tidak dengan pandangan
hidup bersama dan bagaimana seyogyanya seorang anggota masyarakat itu
berperilaku.
Dalam perkembangannya, kaidah-kaidah yang muncul di
masyarakat itu bermacam-macam. Pada prinsipnya kaidah-kaidah tersebut terbagi menjadi dua :
yaitu kaidah-kaidah yang berhubungan dengan aspek
kehidupan individu dan kaidah-kaidah yang berhubungan dengan orang lain.
Tata
kaidah tersebut terdiri dari kaidah kepercayaan atau keagamaan, kaidah
kesusilaan, kaidah sopan santun dan kaidah hukum, dapat
dikelompokkan seperti berikut.
1.
Tata kaidah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi
lebih lanjut menjadi:
a. kaidah kepercayaan atau keagamaan;
b. kaidah kesusilaan.
1.
Tata kaidah dengan aspek kehidupan antarpribadi yang
dibagi lebih lanjut menjadi:
a. kaidah sopan santun atau adat;
b. kaidah
hukum (Sudikno-Mertokusumo, 1988:6)
MORAL
DAN LEGALITAS
Seorang filsuf
Jerman, Immanuel Kant memberikan penegasan hubungan antara moralitas dan
legalitas. Dalam metafisika kesusilaan (Metaphysik den Sitten, 1797), Kant
membuat distingsi antara legalitas dan moralitas.
Legalitas
dipahami Kant sebagai kesesuaian dan ketidak-sesuaian
semata-mata suatu tindakan dengan hukum atau norma lahiriah. Kesesuaian dan
ketidaksesuaian ini pada dirinya sendiri belum bernilai moral sebab dorongan
batin (triebfeder) sama sekali tidak diperhatikan. Nilai moral baru
diperoleh di dalam moralitas.
Selanjutnya
oleh Kant menegaskan bahwa
moralitas adalah kesesuaian sikap perbuatan kita dengan norma atau hukum
batiniah kita yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban
kita.
Moralitas akan tercapai apabila kita menaati hukum
bukan karena hal itu akan menguntungkan atau karena takut pada sanksinya,
melainkan kita sendiri menyadari bahwa hukum itu merupakan suatu kewajiban yang
harus ditaati.
Kant menegaskan pula bahwa kesungguhan
sikap moral kita baru tampak kalau kita bertindak demi kewajiban itu sendiri,
kendati itu tidak mengenakkan kita ataupun memuaskan perasaan kita. Dorongan
atau motivasi lain selain kewajiban (seperti belas kasihan, dan iba hati)
memang "patut dipuji", tetapi itu sama sekali tidak mempunyai nilai
moral (bukan amoral atau bertentangan dengan moral). Menurut Kant, kewajibanlah
yang menjadi tolok ukur atau batu uji apakah tindakan seseorang boleh disebut
tindakan moral atau tidak.
MORALITAS
TERBAGI MENJADI DUA
Kant membedakan moralitas menjadi dua yaitu Moralitas Heteronom dan Moralitas Otonom.
Moralitas Heteronom
adalah sikap di
mana kewajiban ditaati dan dilaksanakan bukan karena kewajiban itu
sendiri, melainkan karena sesuatu yang berasal dari luar kehendak si pelaku
sendiri, misalnya karena mau mencapai tujuan yang diinginkan ataupun karena
perasaan takut pada penguasa yang memberi tugas kewajiban itu.
Moralitas
Otonom
adalah kesadaran manusia akan kewajiban yang ditaatinya sebagai sesuatu yang
dikehendakinya sendiri karena diyakini sebagai hal yang baik.
Di dalam moralitas otonom, orang mengikuti dan
menerima hukum bukan lantaran mau mencapai tujuan yang diinginkannya ataupun
lantaran takut pada penguasa, melainkan karena itu dijadikan kewajiban sendiri
berkat nilainya yang baik.
Moralitas demikian menurut Kant disebut sebagai otonom
kehendak (autonomie des willens) yang merupakan prinsip tertinggi
moralitas, sebab ia berkaitan dengan kebebasan, hal yang hakiki dari tindakan
makhluk rasional atau manusia (terjemahan, Lili-Tjahjadi, 1991 :47-48).
ILMU
DAN MORAL
Ilmu dan moral
merupakan suatu sisi yang berbeda tetapi mempunyai keterkaitan
yang erat sekali. Pertentangan-pertentangan yang muncul antara ilmu dan moral lebih
diakibatkan oleh dikacaukannya dalam penafsirannya. Penafsiran yang kacau
tersebut lebih disebabkan karena adanya pendapat yang mencoba memisahkan dan
mempertentangkan ilmu dan moral. Moral lebih diutamakan pada pengkajian kaidah
kesusilaan yang berlaku di masyarakat dan ini dipandang tidak ada kaitannya
dengan ilmu.
Situasi etis
dalam perkembangan dunia yang semakin modern ini akan terlihat tiga ciri,
sebagai berikut.
1.
Adanya pluralisme
moral;
2.
Timbul masalah etis baru yang tidak terduga;
3.
Dalam dunia modern tampak semakin jelas juga suatu
kepedulian etis yang universal.
PERANAN
MORAL DAN ETIKA DALAM ILMU PENGETAHUAN
Dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin tinggi dan pesat,
maka peranan moral dan etika harus pula semakin diperhatikan. Ilmu pengetahuan
tidak dapat dilepaskan oleh tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu
kebenaran, karena ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk mencari kebenaran.
Oleh sebab itu seorang ilmuwan harus mempunyai sikap ilmiah yang antara lain
meliputi:
a.
Tidak
mengutamakan finansial;
b.
Selektif - Objektif;
c.
Tidak
skeptis;
d.
Sikap
kritis - Konstruktif;
e.
Transparan.
PERANAN
ETIKA DALAM PERKEMBANGAN ILMU PENGENTAHUAN DAN
TEKNOLOGI
Peranan
Etika tersebut adalah :
a.
Etika
sebagai landasan berpikir dan berkarya;
b.
Etika
sebagai pengendali;
c.
Etika
sebagai pendorong;
d.
Etika
sebagai penyeimbang;
e.
Etika
sebagai norma-norma.
ETIKA
DAN BUDAYA
Menurut
Koentjaraningrat (1985 : 5-7)
bahwa kebudayaan itu mempunyai tiga wujud, sebagai berikut.
1.
Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya;
2.
Wujud kebudayaan sebagai kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dan masyarakat;
3.
Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia.
Dengan
demikian, kebudayaan mengandung unsur pola perilaku yang normatif yang
dianut dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya. Pola perilaku demikian
merupakan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang dianut, diyakini
dan dipatuhi oleh para anggotanya.
Dalam
kaidah-kaidah dan nilai-nilai inilah terdapat dimensi etika karena etika
sebagai suatu dimensi terdapat dalam semua persoalan kemasyarakatan. Etika
sesungguhnya mem-persoalkan sejauh mana pertanggungjawaban kita sebagai manusia
dalam menentukan baik buruk masa depan kita, adil atau tidak adil (Lubis, 1987
: 73). Setiap persoalan kemasyarakatan tidak dapat diselesaikan tanpa
melibatkan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bersama.
ETIKA
DAN ALIH TEKNOLOGI
Dalam menghadapi
perkembangan teknologi,
setiap masyarakat, baik yang tradisional maupun yang modern mengenal
nilai-nilai dan norma-norma etis. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan
unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting, karena melalui kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan
lingkungan alam dan
meningkatkan kualitas kehidupannya (Penjelasan
UU No. 18 Tahun
2002).
Dari konteks yang demikian, perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus diberdayakan dan tidak hanya berhubungan dengan
para penemunya, tetapi mengandung aspek yang sangat luas dan kompleks. Termasuk
di dalamnya adalah menyangkut kepentingan negara, baik yang menyangkut
penemuannya, pemakaiannya maupun transfernya pada negara lain.
Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat,
maka faktor lain yang muncul adalah masalah-masalah etis baru, misalnya di
bidang biomedis, seperti manipulasi genetis dengan gen-gen manusia, kemudian
reproduksi artificial seperti fertilasi in vitro, entah dengan donor atau tanpa
donor, entah dengan menyewakan rahimnya atau tidak.
Masalah
situasi etis dalam dunia modern ini muncul berkaitan dengan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan alih teknologi. Namun demikian, setinggi apapun perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, etika sebagai petunjuk/pedoman berperilaku baik
dan benar akan tetap menjadi suatu pertimbangan dan landasan moral bagi
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan demikian, kebudayaan mengandung unsur pola perilaku
yang normatif yang dianut dan dilaksanakan oleh anggota masyarakatnya. Pola
perilaku demikian merupakan kaidah-kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang
dianut, diyakini dan dipatuhi oleh para anggotanya.
Dalam
kaidah-kaidah dan nilai-nilai inilah terdapat dimensi etika karena etika
sebagai suatu dimensi terdapat dalam semua persoalan kemasyarakatan. Etika
sesungguhnya mem-persoalkan sejauh mana pertanggungjawaban kita sebagai manusia
dalam menentukan baik buruk masa depan kita, adil atau tidak adil (Lubis, 1987
: 73). Setiap persoalan kemasyarakatan tidak dapat diselesaikan tanpa
melibatkan nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan bersama.
KAIDAH
HUKUM DALAM PROFESI
Kaidah
hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogyanya atau
seharusnya dilakukan. Pada hakikatnya kaidah hukum merupakan perumusan pendapat
atau pandangan tentang bagaimana seharusny a/seyogyanya
seseorang itu bertingkah laku. Sebagai pedoman kaidah hukum itu bersifat umum
dan pasif (Mertokusumo, 1991: 16).
Kaidah hukum berisi kenyataan normatif (apa yang
seharusnya dilakukan = das sollen dan bukan berisi kenyataan ilmiah/peristiwa
konkret = das sein). Dengan kaidah hukumlah maka peristiwa konkret menjadi
peristiwa hukum.
Untuk
melindungi kepentingan masyarakat, perilaku individu sebagai anggota
masyarakat tidak cukup hanya diatur dan dilindungi oleh kaidah-kaidah etika,
tetapi juga diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum. Dengan kaidah hukum yang
mempunyai sanksi yang tegas dan konkret, maka kepentingan yang diatur serta
dilindungi oleh kaidah etika dapat berlakusecaraefektif (Komalawati, 1989 :
68).
PERSAMAAN
DAN PERBEDAAN ANTARA ETIKA DAN HUKUM
Persamaan Etika
dan Hukum
terdapat dalam tujuan sosialnya.
Sama-sama menghendaki agar manusia melakukan perbuatan yang
baik/benar. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pelanggaran hukum merupakan
perbuatan yang tidak etis.
Perbedaannya adalah bahwa Etika itu
ditujukan pada sikap batin manusia, dan sanksinya dari kelompok
masyarakat profesi itu sendiri.
Sedangkan
hukum ditujukan pada sikap lahir manusia, membebani manusia dengan hak
dan kewajiban, bersifat memaksa, sanksinya tegas dan konkret yang dilaksanakan
melalui wewenang penguasa/ pemerintah.
Kode etik, yaitu norma atau azas yang
diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari
di masyarakat maupun di tempat kerja.
Kode
Etik Profesi
menguraikan peraturan-peraturan dasar perilaku yang dianggap perlu bagi anggota
profesinya untuk melaksanakan fungsinya secara jujur dan menjaga kepercayaan
masyarakat. Prinsip-prinsip itu dirumuskan dan suatu aparatur tata tertib
mengenakan sanksi atas pelanggaran yang terjadi.
Dihubungkan
dengan etika suatu profesi dapat dikatakan bahwa kode etik mencakup usaha
untuk menegakkan dan menjamin etika, tetapi dimaksudkan pula sebagai alat penopang untuk melakukan
kebaikan, misalnya dengan adanya suatu standard profesional. Kode
etik menimba kekuatan dari etika, tetapi juga memperkuatnya. Kode etik yang
tertulis dapat menyumbang bagi pertumbuhan etika dan keyakinan etis bersama.
Kode etik menuntut usaha bersama untuk semakin mengerti dan semakin melindungi
nilai-nilai manusiawi dan moral profesi (A. Heuken, 1979 : 157 - 158).
KESIMPULAN
Kesalahan moral
didasarkan pada kodrat manusia untuk bertindak sesuai dengan
tuntutan kodratnya. Apabila tuntutan itu dilanggar berarti melanggar dan
mengkhianati kodratnya sendiri. Oleh sebab itu, manusia yang baik adalah
manusia yang menyadari kelemahan dan kesalahannya sendiri, namun tetap berusaha
untuk memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya.
Seja o primeiro a comentar
Posting Komentar